MASA DEPAN PROFESI HUKUM : APAKAH PENGACARA BISA DIGANTIKAN?

Isi Artikel Utama

Joice Meiwa Steffany Sianturi

Abstrak

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan
otomatisasi telah membawa transformasi besar di
berbagai sektor kehidupan, termasuk bidang hukum.
Dalam konteks ini, muncul pertanyaan krusial
mengenai masa depan profesi pengacara: apakah
peran mereka dapat digantikan sepenuhnya oleh
teknologi? Artikel ini bertujuan untuk mengkaji
secara mendalam kemungkinan tersebut dengan
menelaah kemajuan teknologi hukum, mengevaluasi
sejauh mana peran manusia masih diperlukan dalam
praktik hukum, serta mempertimbangkan aspek
etika dan batasan yang melekat pada penerapan AI
dalam bidang hukum.Penelitian ini dilakukan
menggunakan metode kualitatif, yang memanfaatkan
pendekatan studi pustaka terhadap literatur yang
relevan dan analisis terhadap kasus yang
menggambarkan penerapan AI dalam praktik
hukum. Fokus utama kajian ini adalah untuk
memahami sejauh mana AI mampu mengambil alih
tugas-tugas rutin dan administratif yang selama ini
dilakukan oleh pengacara, seperti analisis dokumen
hukum, pencarian yurisprudensi, dan penyusunan
kontrak.Temuan dalam kajian ini mengindikasikan
bahwa walaupun AI memiliki kapabilitas untuk
meningkatkan efisiensi dalam sejumlah aspek teknis
pekerjaan hukum, namun ia belum dapat
sepenuhnya menggantikan peran strategis dan
empatik yang dimainkan oleh pengacara. Fungsi
fungsi penting seperti memberikan nasihat hukum
yang disesuaikan dengan konteks sosial dan
emosional klien, melakukan negosiasi dalam
penyelesaian sengketa, serta membela hak asasi manusia di pengadilan memerlukan kepekaan,
penilaian moral, dan pemahaman mendalam
terhadap nilai- nilai kemanusiaan yang belum bisa
direplikasi oleh teknologi.Dengan demikian, studi ini
menyimpulkan bahwa masa depan profesi hukum
bukanlah soal penggantian total oleh AI, melainkan
kolaborasi harmonis antara teknologi dan manusia.
Pengacara masa depan perlu beradaptasi dengan
kemajuan teknologi sambil mempertahankan esensi
profesinya sebagai pembela keadilan dan kebenaran.

Rincian Artikel

Bagian
Articles

Referensi

Buku
Susskind, R. (2019). Pengacara Masa Depan: Sebuah Pengantar untuk Masa Depan
Anda. Oxford University Press.
Susskind, R. & Susskind, D. (2015). Masa Depan Profesi: Bagaimana Teknologi Akan
Mengubah Pekerjaan Para Ahli Manusia. Oxford University Press.
Remus, Dana & Levy, Frank S. (2016). Dapatkah Robot Menjadi Pengacara?
Komputer, Pengacara, dan Praktik Hukum. SSRN
Artikel dalam Jurnal
Zarsky, Tal. (2016). "Masalah dalam Keputusan Algoritmik: Peta Jalan Analitik untuk
Mengkaji Efisiensi dan Keadilan dalam Pengambilan Keputusan yang
Terotomatisasi dan Tidak Transparan." Science, Technology, & Human
Values, 41(1), 118–132.
Remus, D., & Levy, F. (2017). Dapatkah Robot Menjadi Pengacara? Komputer,
Pengacara, dan Praktik Hukum. Georgetown Journal of Legal Ethics, 30(3).
Katz, D. M., Bommarito, M. J., & Blackman, J. (2017). Pendekatan Umum untuk
Memprediksi Perilaku Mahkamah Agung Amerika Serikat. PLOS ONE.
Webley, L. (2015). Deregulasi (dan Regulasi Ulang) Profesi Hukum, Kesetaraan dan
Inklusi, serta Ruang Profesionalisme yang Diperebutkan dalam Pasar Hukum
di Inggris dan Wales. Fordham Law Review, 83(5).
Mayson, S. (2016). Masa Depan Layanan Hukum: Memasukkan Unsur Manusia ke
dalam Kecerdasan Hukum. Penelitian Dewan Layanan Hukum.
Calo, R. (2015). Robotika dan Pelajaran dari Hukum Siber. California Law Review,
103(3), 513–563.
McGinnis, John O., & Pearce, Russell G. (2014). Disrupsi Besar: Bagaimana
Kecerdasan Mesin Akan Mengubah Peran Pengacara dalam Penyediaan
Layanan Hukum. Fordham Law Review, 82(6), 3041–3066.
Internet
McGinnis, John O., & Pearce, Russell G. (2014). Disrupsi Besar: Bagaimana
Kecerdasan Mesin Akan Mengubah Peran Pengacara dalam Penyediaan
Layanan Hukum. Fordham Law Review, 82(6), 3041–3066. Doi:
https://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?articleor
Zauderer v. Office of Disciplinary Counsel, 471 U.S. 626
(1985): Mahkamah Agung menyatakan bahwa
penyedia jasa legal dapat menyampaikan informasi
hukum selama tidak menyesatkan.
Legal Services Corp. v. Velazquez, 531U.S. 533 (2001):
Pengadilan menegaskan bahwa pembatasan atas
komunikasi hukum dapat melanggar kebebasan
berekspresi.